Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nicolaus Kondomo, SH.MH

Evav.News, Jayapura- Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nicolaus Kondomo bersama jajaranya diharapkan hindari “ Polah Dan Olah ” agar segera menetapkan tersangka dalam perkara Dugaan tindak pidana  korupsi dana Otonomi Khusus (Otsus) pada Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) provinsi  Papua.

harapan tersebut disampaikan perkumpulan aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Penegak Hukum (FMPH) di Jakarta, melalui siaran tertulisnya Rabu 4 Agustus 2021.

“ Kejati Papua harus sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini, karena Perkara ini sudah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan, dimana  dalam proses  penyelidikan sudah termasuk  pencarian bukti permulaan cukup, hampir sama dengan devinisi penyidikan yang tertuang di dalam KUHP, sehingga bilah Kejati Papua, Nicolaus Kondomo sudah menyatakan bahwa perkara ini sudah ditingkatkan ke Penyidikan, maka  seharusnya disertai dengan penetapan tersangka, apalagi  sudah diperkuat dengan hasil audit perhitungan kerugian Negara dari BPK dan perhitungan dari auditor Inspektorat provinsi Papua,” Ungkap Rahman Kordinator FMPH.

Kata Dia, FMPH terus mengikuti perkembangan penanganan perkara tersebut, dimana telah beredar di Media, pernyataan  Kepala  Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Nicolas Kondomo , yang menyatakan kini Kejati Papua telah menerima pengembalian keuaangan Negara dari DPPAD Papua, sebesar Rp.3,566 Miliar dalam skandal perkara dugaan korupsi tersebut, nah ini kami apresiasi, namun Kejati papua  dalam penegakan hukum harus provesional sehingga memberikan edukasi yang baik bagi Masyarakat Papua.

“ Kejati Papua Harus memberikan edukasi yang baik bagi Masyarakat, karena perlu diingat, Korupsi ini Sebagai “ EXTRA ORDINARY CRIME ”  ( Kejahatan Luar Biasa) Korupsi  adalah musu Negara,apa lagi ini terkait Dana Otsus yang diperuntukan untuk Pendidikan Saudara-Saudara kita Di Papua, ” Ujar Rahman.

Rahman mengatakan, Tindak pidana korupsi  masuk dalam kategori delik formil, artinya ketika perbuatan pelaku telah memenuhi unsur pidana korupsi, maka pelaku sudah seharusnya di pidana, karena tidak perlu harus ada sebab akibat, “ nah yang terjadi dalam perkara ini jelas, kasus sudah ditingkatkan ke penyidikan baru pelaku mengembalikan kerugian keuangan negara, sehingga terindikasi Kejati Papua tidak menetapkan tersangka dalam perkara ini maka "ini sala besar " kenapa demikian, ini delik formil, jadi walapun  uang hasil korupsinya sudah di kembalikan, namun tetap pelaku  harus diproses menjalani hukuman pidana, karena perbuatan korupsinya sudah terjadi dengan bukti pengembalian keuangan Negara yang sudah dikembalikan,” tegas Rahman.

Sebut Rahman, pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus pidana bagi para pelaku tindak pidana korupsi, hal ini ditegaskan dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dimana dalam pasal 4 menegaskan, pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan pidana bagi para pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud  di dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Pemberantasan tindak pidana korupsi, “ nah ini yang harus dipahami,” Jelasnya.

Kami berharap Kejati Papua jangan terlibat kepentingan-kepentingan, hindari  indikasi polah dan olah, sehingga  secepatnya menetapkan tersangka dalam perkara ini.

Rahman Menegaskan, Skandal dugaan korupsi itu sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan baru  terjadi pengembalian keuangan Negara,  maka perbuatan  pelaku secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur pidana korupsi, sehingga Kejati Papua harus menetapkan tersangka dan menyeret para pelaku  duduk di  kursi pesakitan Pengadilan Tipikor  Papua di Jayapura sehingga memberikan efek jerah.

“ Pidana harus tetap di proses lanjut sampai ke meja hijau karena di dalam undang-undang tertuang jelas, pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana, manfaat dari pengembalian keuangan negara itu hanya meringankan hukuman itupun menjadi pertimbangan JPU saat menuntut terdakwa dan menjadi pertimbangan hakim saat menjatuhan vonis terhadap terdakwa,” jelas Rahman.

Dikatakan Rahman, Bilah dalam waktu dekat Kejati Papua belum menetapkan tersangka dalam perkara tersebut, maka FMPH akan melakukan aksi Demo di Kejaksaan Agung, dengan tuntutan meminta Jaksa Agung Burhanudin segerah mencopot Nicolaus Kondomo dari Jabatan sebagai Kejati Papua. 

Terpisah Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, Pihak yang sangat bertanggung jawab dalam skandal dugaan korupsi dana Ostus Pendidikan Provinsi Papua adalah Kepala  Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) provinsi  Papua, Lukas Chistian Sohilait, ST.Msi, karena memiliki peran sebaga Kuasa Pengguna Anggaran.

Hingga berita ini dipublikasikan, Kepala  Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) provinsi  Papua, Lukas Chistian Sohilait, enggan memberikan tanggapan,  dihubungi beberapa kali melalui telepon selulernya dan melalui pesan singkat Via Watsapp, namun tidak menanggapi,kendati telepon selulenya dalam keadaan aktif.

Kepala Kejati Papua, Nicolas Kondomo juga terkesan menghindar untuk memberikan informasi terkait penanganan  skandal dugaan korupsi Dana Ostsus itu,  Media Evav.News  sudah berupaya  melakukan konfirmasi,  namun hingga berita ini dipublikasikan belum ada tanggapan dari Kejati Papua. (EN007)


Editor: Toka Fouw


Posting Komentar

Google+