Bupati Herry Naaap: Ini Hal Yang Wajar




Evav.News, Papua-
Aromah tak sedap Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua tercium Kejaksaan Tinggi Papua.

APBD Kabupaten Biak Numfor Masuk Radar Kejati Papua diketahui, setelah salinan panggilan dari Kejaksaan Tinggi Papua terhadap sejumlah Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Biak Numfor,  beredar di sejumlah group WatsApp.

Informasi Yang diperoleh Media Ini, Tim Penyelidik Kejati Papua telah memperoleh sejumlah  dokumen pengelolaan Dana Otsus, Dana Dak dan Dana DAU serta pendapatan lainya yang tertuang di dalam APBD Kabupaten Biak Numfor, Tahun 2016 hingga Tahun 2020.

Dari Aromah tak sedap itu, Tim Penyelidik Kejati Papua, telah mengagendakan pengambilan keterangan terhadap  Pimpinan SKPD Kabupaten Biak Numfor.

Langkah Kejati Papua ini, mendapat respon positif dari pegiat Anti Korupsi di Papua, diantaranya LSM Kampak Papua, Pemantau Keuangan Negara (PKN) dan Forum Peduli Kawasan Biak (FPKB) mewakili masyarakat Kabupaten Biak Numfor.

" Kami Pegiat anti korupsi, menyampaikan apresiasi kepada Kejati Papua, namun pemeriksaan jangan hanya sebatas kepala dinas, Bupati dan Mantan Bupati serta Sekda juga harus diperiksa oleh Kejati Papua," pintah Sekjen LSM Kampak Papua, Johan saat dihubungi melalui sambungan telepon selulernya, Jumat (1/10).

Kata Johan, Masyarakat  mendukung penuh langkah Kejati Papua, dengan harapan serius dalam penanganaan perkara itu hingga tuntas.

" Kami berharap penangananya tuntas, sehingga kasus dugaan korupsi ini jangan dijadikan ATM berjalan, yg mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum," ucap Johan.

Johan menguraikan pengelolaan APBD Kabupaten Biak Numfor tidak  sehat, sehingga sangat berimplikasi terhadap persoalan hukum.

Sala satunya Penambahan utang jangka pendek di tahun 2018 sebesar Rp 4.2 Milyar, berasal dari belanja Modal tahun 2018 yang belum terbayarkan.

Pada hal utang tahun 2018 sebesar Rp 104.4 milyar merupakan pembayaran utang kepada Bank Papua sebesar Rp 100 milyard, dan utang kepada pihak ketiga yang timbul di tahun 2016 dan 2017 sebesar Rp 4.4 Milyar.

Pembayaran utang  tersebut  ditetapkan melalui Keputusan Bupati Nomor 900/271/Tahun 2018 tentang Penetapan pembayaran Hutang Pemerintah Daerah pada Pihak ketiga Tahun 2016 dan 2017.

Terkait dengan utang pihak ketiga, ada juga  SK Bupati No 900/72/Tahun 2019 tentang penetapan utang Pemda Kabupaten  Biak  kepada  pihak ketiga sejak Tahun 2016,2017,2018.

SK bupati  itu terkait penetapan  utang, yakni utang belanja dan utang jangka pendek lainya sebesar Rp 333 Milyar, sedangkan utang yang disajikan dalam neraca tahun anggaran 2018 itu sebesar Rp 328 Milyar.

"Ada catatan kami tentang utang Pemda Biak numfor kepada pihak ketiga, seperti, utang dari Tahun 2016 sebesar Rp 124 Milyar,  utang untuk Tahun 2017 sebesar Rp 142 Milyar, dan utang Tahun 2018 itu sebesar Rp 58 Milyar. Kalau ditotal sebesar Rp 324 milyar lebih," ungkap Johan.

Johan menambahkan, ada lagi Dana prospek Tahun anggaran 2017 dimana dana prospek digunakan untuk membayar utang Daerah.

" Dana Prospek Tahun 2017 digunakan untuk bayar utang Daerah, nah ini tidak dibenarkan oleh undang-undang, karena dana prospek bersumber dari dana Otsus, yang harus tersalur sampai ke Masyarakat," tandas Johan.

Tambah Johan Dana Prosek Tahun 2017 senilai Rp 26 milyar dikucurkan dari Pemda Provinsi Papua ke Pemda Biak, melalui Bank Papua  dengan Nomor rekening 5000106000077 a.n RKUD dalam tiga tahap, aneh nya Dana Otsus milik masyarakat itu, di gunakan untuk membayar utang Daerah, Pemda Biak Numfor.
Kata Johan, ada juga kegiatan Guru kontrak Daerah nilainya 18 milyr rupiah, dana itu bersumber dari Dana Otsus Tahun anggaran 2017/2018 namun pengelolaan Dana tersebut hingga kini belum dapat dipertanggungjawabkan.

Terpisah Bupati Kabupaten Biak Numfor, Herry Naap, dikonfirmasi melalui pesan singkat Via WatsApp membenarkan
Permintaan Keterangan Kejati Papua, terhadap pimpinan OPD di Kabupaten Biak Numfor.

" Iya benar Saya juga sudah dimintai Keterangan oleh Kejati Papua," singkat Bupati Herry Naap.

Kata Bupati Herry Naap, Permintaan keterangan dari Kejati Papua, Sudah Berjalan kurang lebih sebulan.

" Permintaan Keterangan dari Kejati Papua atas Aduan LSM, Saya berpikir ini hal yang Wajar kalau LSM dan Masyarakat turut Mengawasi Kerja Pemerintah, Dan Kami selaku Pemerintah Daerah wajib memberikan keterangan ketika ada pengaduan Masyarakat atau LSM ke Penegak Hukum," Jelas Bupati Herri Naap.

Bupati mengatakan, Utang ke pihak ketiga dari 2014 hingga 2017, kurang lebih senilai 300 milyar lebih namun Pemda Kabupaten Biak membayar dengan cara cicil, sehingga saat ini tersisa 130 Milyar.

" Kami  cicil setiap Tahun dan Tahun ini kami Bayar lagi sekitar 20 Milyar,
Sehingga sisa utang akan berkurang menjadi 110 Milyar, utang-utang Daerah ini Juga terjadi di Masa Kepemimpinan Pak Ondi dan saya masuk sebagai wakil antar waktu, saat itu saya juga tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan sehingga Saya memilih diam saja," ungkap Bupati.

Lanjut  Herri Naap, Di erah Kepemimpinanya sejak di Lantik Menjadi Bupati pada Maret, 2019 sampai hari ini, Hasil Audit Tata Kelola Keuangan Biak Numfor oleh BPK RI Mendapat WDP dan saat ini memperoleh WTP.

" Saya sadar Bahwa Lawan-Lawan Politik juga Ikut Mengawal sehingga pasti ada Berita-berita  dan Laporan-laporan yang mereka gunakan bukan dengan data,  tetapi hanya  asumsi, namun bagi Saya ini hal yang wajar sebagai fungsi kontrol terhadap kinerja Pemda Biak Numfor  dan Hak Berpolitik," tandas Herri Naap.

Heri Naap menambahkan, bilah  Dana Prospek yang Bermasalah Bukan di Kepemimpinanya.

" Kalau Dana Prospek Yang bermasalah bukan di kepeminpinan Saya," Tutupnya. (En08)

Pewarta: Toka Fouw

Posting Komentar

Google+