Para Raja Di Kepulauan Kei

Evav.News, Langgur
- Sejumlah Raja di Kepulauan Kei yang mengatasnamakan dirinya Dewan Adat, dinilai terlalu Baper dalam membela istri Bupati Maluku Tenggara Eva Elia yang sementara dilaporkan terkait dugaan korupsi di Kejaksaan Tinggi Maluku.

Kordinator Anti Korupsi Indonesia Timur, Tony Rahabav menilai pernyataan sikap dewan  Adat yang dipublikasikan sejumlah  Media Online beberapa hari lalu, terlihat jelas Dewan Adat terlalu baper sehingga mencoreng dan melampaui kewenangan dari para Raja di Kepulauan Kei.

“Pernyataan Dewan Adat ini, patut diduga mereka telah mencebur diri kedalam kepentingan, kenapa demikian, karena para Raja ini keluar dihadapan publik membela harkat dan martabat perempuan Kei setelah Istri Bupati Eva Elia di demo dan dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku, ” ucap Tony, melalui telepon selulernya Kamis (19/2).

Tony menyatakan, pernyataan sikap dewan Adat yang mengutuk para pendemo saat melakukan aksi di Kejati Maluku beberapa hari lalu  sangatlah tidak adil, mengingat banyak SRIKANDI Kepulauan Kei di Pemerintahan Kota Tual, Malra, dan Kepulauan Aru yang sampai meninggal di Rutan Waiheru Ambon.

“Ada banyak masalah terkait harkat dan martabat perempuan di Kepulauan Kei, selain itu banyak juga masalah yang sempat viral di media sosial yang berkaitan langsung  dengan peran para Raja di Kepualaun Kei,   untuk memeriksa dan mengadili secara Adat, namun para Raja diam membisu, nanti setelah Istri Bupati didemo dan dilaporkan ke Kejati Maluku baru kelihatan batang hidung mereka,  ini merupakan hal yang sangat lucu, karena para Raja  mempertontonkan ketidak adilan mereka,” Sesalnya.

Tony menjelaskan, Para Raja yang membuat pernyataan sikap  harus  Adil terhadap perempuan Kei dan bersikap yang sama terhadap semua perempuan di Kei.

“Pernyataan Sikap Dewan Adat Kei yang dipublis sejumlah media terlihat  hanyalah beberapa Raja,  bukan semua Raja di Kepulauan Kei, karena   dari sisi legal standing putusan Dewan Adat  harus terbentuk atas Keputusan bersama melalui keputusan yang disahkan oleh Raja Tual dan Raja Dullah selaku  pimpinan tertinggi Ursiw dan Lor lim,” jelas Tony.

Tony mengatakan,  pernyataan sikap sejumlah para Raja tersebut  sangat  mencoreng sakralnya Dewan Adat, dimana Dewan Adat tidak memahami arti dari hukum Pidana Adat dan Hukum Pidana Negara.

“Dewan Adat terkesan tidak memahami hukum pidana Negara, kenapa demikian hukum Negara tidak  memandang siapa orangnya perempuan laki laki, sehingga sikap Dewan Adat menunjukan keberpihakan  kepada penguasa dan patut diduga telah menjadi Alat Penguasa, sehingga  harus di hukum oleh hukum Negara dan juga hukum  Adat,” Ungkapnya.

Ia menegaskan, pernyataan sikap Dewan Adat diduga  secara  sengaja, ingin mencegah dan merintangi atau menggagalkan proses hukum dugaan korupsi di Kejaksaan Tinggi Maluku,  yang menyeret Bupati Malra, M.Thaher Hanubun dan istrinya Eva Elia.

“Kalimat mengutuk yang diucapkan Para Raja ini, merupakan ucapan yang aneh menurut saya, kenapa demikian, Bupati Malra, M.Thaher Hanubun juga sesuai informasi pernah, menghardik dan membentak seorang perempuan Kei di Kantor Bupati , dimana kejadian tersebut  juga dipublikasi lewat Media waktu itu, namun para Dewan Adat tidak berani mengutuk sikap Bupati , Dewan Adat hanya berani mengutuk  para pemuda yang melakukan aksi demo di  Kejati Maluku mendesak agar Istri Bupati, Eva Elia diperiksa terkait dugaan korupsi, nah ini terlihat jelas para Raja ini sudah terlibat kepentingan dan menjadi alat dari penguasa,” ucap Tony.

Dengan kejadian tersebut, Tony mendesak  agar Dewan Adat segerah membubarkan diri, sehingga masing-masing  Raja lebih fokus terhadap wilaya adatnya masing-masing, dimana sejumlah wilayah Adat dari para Raja juga hingga saat ini sejumlah persoalan Adat belum diselesaikan.

“Dewan Adat ini dibubarkan saja, sehingga para Raja masing-masing mengurus wilayah rascapnya secara Adat karena banyak masalah Adat belum tuntas di Kei, contoh kasus masih terdapat dua rekomendasi Raja dalam pemilihan Kepala Ohoi,” Tutupnya. (tim)        

 

Posting Komentar

Google+