Ilustrasi

Evav.News, Jayapura
- Kisah piluh tersangka dugaan korupsi Dana covid-19 Kabupaten Membramo Raya,  SR merasa disolimi dalam penegakan hukum oleh Polda Papua.

Melalui keterangan tertulis SR yang diterimah media ini Senin (23/8), Terungkap  kasus yang menimpahnya bermulah pada  Pada hari Jumat dalam bulan Juli 2020, dirinya  ditelpon oleh penyidik Tipikor Polda Papua, atas nama AKP. Muhammad Arif agar bertemu, kemudian mereka  janjian ketemu di Restoran dekat pantai Hotel Swissbel Jayapura pada pukul 11.30 WIT, Dalam pertemuan tersebut, AKP. Muhammad Arif  menyampaikan bahwa ada pesan dari bapak Haji Topan Syah (Muhamad Topan) yakni haji Topan telah melaporkan kepada Pak Kapolda Papua,  Paulus Waterpau agar  memerintahkan AKP.Muhammad Arif untuk memeriksa semua penggunaan keuangan di Kabupaten Mamberamo Raya.

Lanjut SR menceritrakan, Dalam pertemuan itu  AKP. Muhammad Arif juga menyampaikan kepada dirinya  bahwa mereka dari Tipikor Polda Papua selama ini sudah berusaha mencari temuan-temuan penyelewengan penggunaan keuangan di Kabupaten Mamberamo Raya, namun mereka belum dapat.

“  Apa yang disampaikan Pa Arif  saya tidak merespon, sehingga langsung AKP Muhamad Arif bertanya kepada  saya “apa” hubungan Pak Simon dengan Haji Topan, seperti hubungan bisnis, utang-piutang atau keluarga, kemudian  langsung saja saya jawab bahwa antara saya dan Haji Topan tidak ada hubungan apa-apa,  Kami berdua memang ada hubungan kerabat, karena istri Haji Topan dan istri saya adalah saudara sepupu satu kali, Dimana mama dari istri Haji Topan adalah kakak kandung dari mama istri saya,” ungkap SR.

SR mengisahkan, Setelah  mendengar penjelasanya, Muhamad Arif   menyarankan agar dirinya bersilaturahmi ke rumah haji Topan sekaligus menyampaikan permohonan maaf, karena masih ada hubungan kerabat keluarga. 

“ Saat itu  saya jawab  ke AKP.Muhammad Arif, bahwa nanti saya lihat waktu dan  pergi ke rumah Pak Haji,  Setelah AKP.Muhammad Arif mendengar jawaban itu , ia langsung pamit untuk melaksanakan sholat Jumat, Setelah AKP Muhammad Arif pamit, lalu saya menelpon istri saya (Jusnawati) menanyakan tentang apakah antara keluarga mereka dengan Haji Topan ada masalah atau tidak, saat itu Jawaban istri saya,  antara keluarga kami dengan Haji Topan baik-baik saja tidak ada masalah, Selanjutnya istri saya balik bertanya kepada saya “mengapa” tadi tanya begitu, Lalu saya katakan bahwa Haji Topan meminta Pak Kapolda (Paulus Waterpau) untuk  memerintahkan direktur Tipikor Polda Papua memeriksa saya,  mendengar keluhan itu ,  istri saya berinsiatif untuk menelpon  bapak mantu saya  di Abe Pantai untuk mempertanyakan persoalan tersebut, dengan maksud bilah ada masalah dalam keluarga agar diselesaikan. 

Berselang sekitar 1 (satu) jam , bapak mantu saya (bapak Labuane)   menanyakan hal tersebut melaluai telepon,  dan saya menceriterakan kronologis seperti di atas ke bapak mantu, Setelah mendengar  apa yang saya sampaikan,   bapak mantu, menyarankan agar bertemu dan membicarakan persoalan tersebut dengan istri Haji Topan  Haja Jana, setelah berbincang ,  saya menghubungi  Istri Haji Topan kakak sepupu dari istri saya, dari percakapan, Istri dari haji Topan tidak percaya  dan  balik bertanya ke saya “apakah benar ” ceritera seperti itu? Spontan  saya menjawab, iya benar, Karena ada teman saya anggota Polisi di Polda Papua yang menceriterakan kepada saya.

Mendengar jawaban Saya, Istri Haji topan mengatakan agar saya  menunggu sehingga  dirinya menghubungi suaminya agar mempertanyakan informasi tersebut, namun walaupun ditunggu tidak ada informasi balik dari istri haji Topan. 

Selanjutnya  pada pukul 17.00 WIT hari Jumat, hari yang sama  , saya dihubungi oleh bapak mantu melalui telepon seluler dan menyampaikan bahwa,   istri dari haji Topan  sudah menghubungi   Haji Topan dan mempertanyakan tentang informasi  tersebut, namun  Haji Topan berkata  tidak pernah urus atau sibuk dengan Saya yang  memiliki  jabatan kecil.

SR mengungkapkan, lanjut dari persoalan itu pada hari Senin dalam bulan juli 2020  sekitar  pukul 19.00 Wit,   dihubungi oleh  AKP. Muhammad Arif melalui telepon genggam dengan  intonasi dan nada tinggi cenderung kasar, lalu mempertanyakan posisinya.

“ Saat itu Saya jawab ke Pa Arif kalau posisi Saya di Hotel Swissbell, sehingga Pa Arif mengatakan ingin bertemu,  sehingga saya menunggu di pinggir kolam renang hotel Swissbell,” jelasnya.

Lajut Kata SR, berselang 15 menit,  AKP.Muhammad Arif menghampirinya  melalui pintu samping (parkiran motor) hotel, dan ketika menatap dirinya  yang sedang duduk menunggu di bawah pohon kelapa, Oknum anggota Polri ini langsung marah dan mempertanyakan  kenapa masalah tersebut bisah sampai  ke  keluarga Haji Topan.

“ Saat itu, saya langsung jawab ke AKP.Muhammad Arif bahwa saya tidak menyebut namanya ke keluarga Haji Topan, namun Pa Arif sudah tersulut emosi  sehingga dengan nada tinggi  mengatakan, “tidak mungkin” karena Pak Haji Topan telpon  direktur bahwa saya sudah bocorkan hal ini ke Pak Simon,  sehingga  Pak Direktur panggil saya  dan marah-marah dan akan pindahkan saya ke pegunungan,” Ucap SR mengulangi apa yang disampaikan, AKP. Muhammad Arif saat itu.

Lajut SR mengisahkan saat itu, Muhamad Arif yang sudah tersulut amarah menyatakan bilah dipindahkan maka akan mencari kesalahan SR. 

“  Ingat ya..” kalo sampai saya dipindahkan ke pegunungan, maka saya akan kasih hancur Pak Simon, bahkan saya akan kasih masuk Pak Simon ke Sel, Ucap Muhamad Arif seperti dikisahkan SR.

Saat itu kata SR,  Muhammad Arif juga mangancam akan membongkar semua kasus Pemda Mamberamo Raya, sejak Mamberamo Raya jadi Kabupaten bahkan sampai tahun-tahun yang akan datang. 

“ Saya akan cari kesalahan Pak Simon, Ingat bahwa saya (Muhammad Arif) adalah satu-satunya Polisi yang sekolah khusus tentang penyidikan,’’ kata SR seperti diucapkan Muhamad Arif saat itu.

Lajut SR, Muhamad Arif sebelum meninggalkanya dengan nada emosi menyampaikan bahwa jika dirinya dipindahkan oleh Kapolda   Paulus Waterpauw, dirinya  akan menerima , namun dirinya yakin Kapolda yang baru, pasti dirinya akan kembali ditarik   ke Tipikor, karena ilmunya sangat dibutuhkan di Polda Papua.

 “ Sura Haji Topan” saat ini adalah suara fatwa, suara dewa, suara Tuhan, Jadi apa yang disampaikan ke Kapolda tidak pernah Kapolda menolak ataupun membantahnya, Apalagi kami yang pangkat kecil seperti ini,” ucap SR mengulangi Kalimat Muhamad Arif. 

Lanjut SR berselang beberapa lama Dir Reskrimsus Polda Papua mulai gencar membidik anggaran Dana Covid-19 di Kabupaten Membramo Raya, Dimana kasus itu bermula dari utang pi utang pribadi antara  pengusaha bernama Yus dan Bupati.

Kemudian dasar dari utang pi utang pribadi tersebut,  pengusaha Yus melaporkan ke bagian Reskrim Umum Polda Papua  berhubungan dengan pengadaan APD dan sembilan bahan pokok untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Mamberamo Raya.

Setelah kasus berjalan sekitar sebulan lebih, tidak ada tindaklanjut dan Penyelesaian, Karena Pemda Mamberamo Raya (Gugus Covid-19), belum membayar atau melunasi pengadaan Rp. 3,1 miliar milik pengusaha YUS.

SR mengatakan, Sudah menyampaikan ke Pak Yus, bahwa dana Rp. 3,1 miliar Tersebut, merupakan pinjaman dari   Bupati Mamberamo Raya , sehingga menunggu dana rutin dan operasional Bupati dicairkan, baru akan diserahkan, hal itu telah disetujui oleh pengusaha pak Yus.

Namun pada bulan Oktober 2020, kata SR, Pengusaha bernama  Yus itu bersama Ketua Tim Gugus Covid-19 Kabupaten Mamberamo Raya, ke ruangan kerjanya sambil membawa disposisi Bupati yang isinya tentang ada penambahan belanja pengadaan APD dan Sembilan bahan pokok sebesar Rp. 10,5 miliar.

Kemudian Dari pertemuan tersebut, SR menjawab dan menjelaskan bahwa pagu anggaran Covid-19 yang tercantum di DPA hanya Rp. 23 Miliar lebih. 

“ Saat itu saya mempertanyakan Kenapa sampai penambahan sebesar ini? Lalu ketua gugus Covid-19 menyampaikan ke saya bahwa beliau sudah berkordinasi dengan Bupati, Sekda, dan Kepala Bappeda, namun pada saat itu saya tidak mau dengan jaminan bilah  Pak Sekda dan Kepala Bappeda sudah masukan anggarannya, maka Saya  akan proses untuk pencairan namun terbalik bilah tidak ada maka saya tidak akan berani,” ujar SR.

SR mengatakan, berjalanya waktu hingga sampai   tanggal 31 Desember 2020, ternyata tambahan anggaran Rp. 10,5 miliar itu, tidak ada dalam DPA, sehingga dirinya dimarahi oleh Pengusaha Yus dan Pak Deden. 

“ Saat itu Pak Yus dan Pak Deden marah ke saya, “kenapa” saya tidak cairkan anggaran itu, karena dana sudah masuk dalam DPA, Namun saat itu saya jawab bahwa anggaran Rp. 10,5 M itu tidak ada sama sekali dalam DPA,’’ ucap SR.

Lanjut kata SR, pada bulan Januari 2021 Pak Yus dan Pak Deden bertemu dengan dirinya di Hotel Home, dan saat itu mereka  menyampaikan bahwa pihak pabrik APD di Jakarta dan toko tempat Pak Yus mengambil barang tersebut,  sudah melaporkan Pak Yus ke Tipikor.

“ Perkara ini menurut Saya utang-piutang antara Pemda Mamberamo Raya dan pihak ketiga, bukan diri pribadi saya , kenapa saya harus dikorbankan,” Sesal SR.

SR menegaskan, Karena ulah dari utang pi utang Pemda dengan pihak ketiga, kemudian dengan memaksakan untuk  Pemda membayar Rp. 10,5 M ditambah dengan Rp. 3,153.100.000,milyar yang dirinya tidak mau untuk melakukan pencairan sehingga dikorbankan jadi tersangka.

“ Pengusaha pak Yus merupakan “teman baik” dengan Direktur Tipikor Bapak Riko Taruna Mauruh, sehingga dengan kedekatan inilah, maka kasus ini sengaja dimasukan ke pasal-pasal korupsi, Lalu selanjutnya Direktur Tipikor memerintahkan AKP Muhammad Arif dan rekan-rekan penyidik lainnya memanggil kami, kemudian saya ditetapkan jadi tersangka, pada hal ada juga tersangka lain yang belum disentu,” Imbuhnya. .

SR membeberkan, Saat diperksa diintimidasi  habis-habisan oleh AKP.Muhammad Arif, sampai mau dijemput paksa, kalau dirinya terlambat datang ke Polda Papua. 

“ Bukan saja saya yang diintimidasi,  Bendahara Bansos Aris Iryori saat dipanggil dan diperiksa di Tipikor Polda Papua,  juga mengalami intimidasi dan ancaman akan dilakukan penggeledahan di tempat kos miliknya,” ucap SR.

SR membenarkan, Bendahara Aris Iryori Saat diperiksa  dipaksa untuk segera berdiri dan jalan ke mobil Polisi, agar mereka bersama-sama menuju ke tempat kostnya di daerah Tanah Hitam.

“  Saat itu,  Aris tidak mengindahkan perintah dan duduk berdiam diri saja di tempat, Akhirnya, AKP Muhammad Arif mengeluarkan pistol dari pinggangnya dan meletakan di atas meja tempat dimana Aris duduk dan Muhamad Arif berkata kepada Aris “ Saudara segera berdiri dan jalan, kalo saya masih nakal-nakal macam dulu, telingamu sudah saya hekter-hekter dari tadi,” ungkap SR.

Lanjut kata SR, Pada hari itu juga  Muhammad Arif langsung memerintahkan   penyitaan terhadap laptop milik bendahara Bansos,  Setelah laptop dibuka ditemukan bukti foto penyerahan uang Rp. 1 miliar ke Rifai Darus (anggotaDPR RI) dan bukti transfer yang dilakukan oleh sopir Aris ke Sdr. Herman Ade (anak buah Rifai Darus).

“ Hari itu juga  Aris mengaku bahwa dana sebesar Rp. 1.153.100.00,- yang sudah dicairkan, diserahkan langsung ke Bupati tanpa sepengetahuan saya  sebagai kepala Badan Keuangan, Dengan demikian secara keseluruhan total dana yang dipinjamkan itu, sebesar Rp. 3.153.100.000,” ungkap SR.

SR menceritrakan, Selanjutnya menjelang 2 minggu sebelum lebaran,  kebetulan  bertemu dengan saudaranya,  Amir Madubun, Yamin Noch dan Ari Fadjri di Hotel Horizon Kotaraja, berdiskusi tentang kasus yang menimpanya. 

“ Saya  sampaikan kepada mereka bahwa, saat ini mama kandung saya sedang sakit dan koma dirawat di rumah sakit Langgur Maluku Tenggara, dan ingin jenguk ibu saya yang sementara terbaring sakit, namun  saya tidak bisah berangkat karena  dalam proses pemeriksaan, mendengar isi hati Saya, maka mereka berjanji ingin membantu dan akan bertemu dengan Wakapolda untuk membicarakan hal ini, sehingga  bisa diijinkan pulang untuk menjenguk Ibu saya,” Ungkap SR.

Kata dia menindaklanjuti janji terhadap dirinya, pada esok hari Saudaranya  Amir dan Fadjrin  bertemu langsung dengan Wakapolda Papua. 

Kata SR, Saat pertemuan, wakapolda didampingi Direktur Tipikor dan Ka. Subdit Tipikor, namun Dalam pertemuan tersebut, terjadi perdebatan yang sangat panas antara mereka dengan Pak Direktur Tipikor, sehingga Direktur Tipikor merasa tersinggung, akibat kata-kata yang dilontarkan  Amir Madubun dan Fadjrin.

“ Direktur mungkin tersinggung,  Akhirnya setelah pertemuan, Direktur  langsung telpon AKP Muhammad Arif yang kebetulan saat itu berada di Makassar, diminta  segera kembali dan membuat surat penangkapan dan penahanan terhadap diri saya,” Ucap SR.

Kemudian  pada hari Kamis, 20 Mei 2021 pukul 10.00 WIT, saya langsung diperiksa sebagai tersangka. Pada pukul 15.00 WIT, oleh AKP Muhammad Arif.

“ Saat itu Muhamad Arif mengeluarkan 2 map hijau dari laci mejanya dan menyuruh saya untuk menandatangani kedua surat tersebut,  Setelah saya baca kedua isi surat itu berkaitan dengan Surat Penangkapan dan Surat Penahanan,” ujar SR.

Berlanjut pada hari Jumat, 21 Mei 2021, Penasehat Hukum  membuat surat penangguhan penahanan kepada Kapolda. Dan Kapolda sudah mengeluarkan disposisi kepada Tipikor terkait dengan surat penangguhan, Namun jawaban dari Kanit Tipikor kepada Pengacara  bahwa Kapolda tidak menyetujui permohonan penangguhan tersebut dengan alasan   takut saya melarikan diri.

Kemudian Pengacara  mencoba mengajukan surat penangguhan kedua lagi pada tanggal 2 Juni 2021, namun belum ada tindak lanjut sampai saat ini.

SR mengatakan secara pribadi dan keluarga besarnya sangat menyayangkan press rilis yang dipublikasikan Kapolda Papua tentang kasus yang menimpahnya,  Karena Kapolda belum cermat mempelajari tentang telaah yang dilakukan oleh Direktur Tipikor dan anak buahnya terhadap kasus tersebut.

“ Apakah kasus seperti yang sudah saya  paparkan ini merupakan kasus korupsi atau mengandung unsur kerugian Negara? Ataukah karena terkait dengan utang-piutang antara pihak ketiga dengan Pemda Kabupaten Mamberamo Raya dan yang paling mengiris hati sanubari keluarga besar saya adalah karena hanya sakit hati dan balas dendam/konflik kepentingan semata, sehingga saya harus terpaksa harus ditahan sudah hampir 3 minggu saat ini,’’ Tanya SR.

SR mengatakan, dirinya dan keluarga besar juga merasa janggal dengan kasus tersebut serta  penahanan terhadap dirinya, karena  sejak tipikor melakukan pemeriksaan  sejumlah pihak dari Pemda Mamberamo Raya, ternyata belum ada hasil investigasi dan audit dari BPK/TL dan APIP.

“ Kejanggalan yang saya rasakan  adalah seakan-akan kasus ini dipaksakan, Karena tipikor Polda Papua lebih dulu memeriksa kami,  selang sekitar 1 minggu kemudian, baru BPK melakukan audit keuangan di Pemda Mamberamo Raya,” ungkapnya. 

Lanjut SR menuturkan, Saat BPK melakukan pemeriksaan rutin atas pemanfaatan keuangan Pemda Membframo Raya, AKP Muhammad Arif memaksakan dirnya  agar membawa semua dokumen yang ada di BPK saat itu ke ruangan Tipikor Polda Papua.

“ Saat itu   saya  berdebat dengan pihak penyidik Tipikor Polda Papua,  kenapa tipikor ingin memaksakan kami untuk  harus di periksa, sementara saat ini kami juga lagi diperiksa oleh BPK, kemudian Muhammad Arif menjawab, jangankan Pak Kaban, BPK RI pun kami bisa periksa,” singkat SR. 

Saking kecewanya SR menduga, Perkara yang menimpahnya bisa juga disebut  Perkara titipan atau Perkara sakit hati dan dendam atau perkara perseteruan konflik kepentingan bisnis. 

SR mengharapkan apa yang disampaikan bisa di dengar Oleh Kapolri, sehingga  praktek-praktek kotor yang dilakukan  oknum-oknum di Polda Papua diberikan sangsi tegas.

“ Dalam  penanganan kasus di Polda Papua dilakukan dengan cara-cara seperti yang Saya uraikan diatas, maka selain memperburuk citra institusi Pori,  juga akan memicu terjadinya konflik sosial atau horizontal yang lebih besar dan dahsyat, bila tidak diselesaikan secara professional,” Tutup SR.


Posting Komentar

Google+