Ilustrasi
Evav.News, Jayapura- Sistim peradilan di Papua semakin aneh oleh ulah aparat penegak hukum sendiri, bagaimana tidak seorang pria berinsial JM didakwa JPU Kejaksaan Negeri Jayapura, dengan Pasal 289 KUHP tentang kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara selama sembilan tahun, namun aneh Bin Ajaibnya dalam tuntutan JPU Rosma Yunita Paiki.SH hanya menuntut terdakwa 8 bulan penjara.
Aksi heroik Jaksa Rosma Yunita Paiki,SH ini menuai protes bahkan patut diduga kemasukan angin.
Helmi SH selaku kuasa hukum korban MR, mengkritik keras rendahnya tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa JM.
" Kami berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum," harap Helmi dikutip dari Jubi.id, Sabtu (25/3/2023).
Tuntutan yang dikritik Helmi itu adalah tuntutan dalam perkara kekerasan seksual yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jayapura. Perkara itu diperiksa dan diadili hakim yang diketuai Zaka Talapatty SH MH bersama hakim anggota Donald Everly Malubaya SH dan Gracely Novendra Manuhutu SH.
Menurut Helmi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosma Yunita Paiki telah mendakwa JM dengan delik kekerasan seksual sebagaimana diatur Pasal 289 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara selama sembilan tahun. Akan tetapi, dalam tuntutan yang dibacakan JPU pada Selasa (21/3/2023), JM hanya dituntut delapan bulan penjara.
Heli merasah tuntutan yang disampaikan JPU Kejari Jayapura terhadap korban tidak adil, karena dalam fakta persidangan,pelaku JM mengakui perbuatannya,yakni melakukan kekerasan seksual kepada korban MR, namun sangat disayangkan dari ancaman 9 Tahun dituntut hanya 8 bulan penjara, oleh JPU Kejari Jayapura.
Sementara itu Diketahui, Korban kekerasan seksual MR menuturkan ia mengalami kekerasan seksual dari JM di kontrakannya, Tanah Hitam, Kota Jayapura, pada 23 Oktober 2022. Setelah MR melaporkan peristiwa itu kepada polisi, MR selalu dihubungi pihak keluarga JM yang meminta perkara itu diselesaikan dengan mediasi. Akan tetapi, MR menolak dan tetap meminta agar diproses secara hukum.
MR mengaku khawatir dengan keamanannya. Ia mengaku bahkan JM pernah menghubunginya, padahal setahunya JM berada di dalam tahanan. Ia juga mengaku keluarga JM bahkan mau melaporkan dirinya ke pihak kepolisian.
“Saya sempat dihubungi keluarga JM. Mereka sampaikan ‘kita mau minta mediasi, tetapi karena kamu masih tetap dengan keputusanmu, nanti dari pihak istri pelaku akan laporkan kamu ke polisi’,” ujar RM menirukan ancaman yang diterimanya
Menanggapi hal ini, Acel selaku kordinator Perkumpulan Mahasiswa Indonesia (PMI) di Jakarta meminta agar Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono.SH.MH dan Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura, Lukas Alexander Sinuraya.SH.MH memberikan sangsi tegas dan teguran keras kepada Kasipidum dan JPU dalam perkara ini.
" Kita minta Bapak Kejati Papua dan Kejari Jayapura untuk melakukan pemeriksaan terhadap Kasipidum dan oknum Jaksa yang jadi JPU dalam perkara ini sehingga jangan ada lagi oknum-oknum yang mencoreng institusi Kejaksaan," ucap acel di melalui sambungan telepon selulernya, Sabtu (25/3/2023) malam.
Acel meminta Hakim Zaka Talapatty SH.MH agar mengadili dan memutus perkara ini benar- benar memberikan rasah adil bagi korban.
" Ini sistim peradilan yang cukup aneh bagi kami, karena JPU mendakwa terdakwa dengan pasal yang ancamanya 9 Tahun penjara, kok dalam tuntutanya berbeda terbalik antara Bumi dan Langit hanya 8 bulan penjara," heran Acel.
Dikatakan Acel, Jaksa Agung seharusnya memberikan perhatian khusus bagi Jaksa- Jaksa di Papua dalam menangani perkara seperti ini, sehingga jangan mencoreng institusi Kejaksaan.(96XX)
Pewarta: Jecko
Posting Komentar
Google+ Facebook